Stalingrad 1942-43: Pertempuran Besar yang Menentukan

The statue of six children dancing around a crocodile became famous worldwide due to several pictures that a Soviet photographer took after the German army’s devastating bombings.

“Kita harus mengakhiri perang sebelum perang mengakhiri kita.” – H. G. Wells; penulis, sejarawan, sosiolog Inggris.
Perang Dunia II merupakan perang terbesar yang terjadi sepanjang sejarah umat manusia. Kekuatan-kekuatan besar dunia yang terbagi menjadi dua blok saat itu turut terlibat dalam konflik skala global yang telah menewaskan puluhan juta manusia. Diantara mereka, terdapat sebuah negara anggota blok Sekutu yang dahulu begitu adidaya namun sekarang sudah tidak berwujud lagi. Ia adalah Uni Republik Sosialis Soviet, atau lebih dikenal dengan Uni Soviet.
            Dengan nama resmi lokalnya, Soyuz Sovyetskikh Sotsialisticheskikh Respublik, Uni Soviet merupakan negara komunis berdaulat pertama dan terbesar di dunia pada abad ke-20. Negara yang penduduk dan kebudayaannya didominasi Bangsa Rusia ini didirikan oleh sekelompok orang dengan julukan kaum Bolshevik pimpinan Vladimir Ilyich Lenin yang berhasil menggulingkan kekuasaan Tsar (Kaisar) Rusia pada 1917. Revolusi saat itu berhasil membentuk pemerintahan komunis di Rusia dan negara-negara sekitarnya. Lima tahun berikutnya, negara-negara tersebut bergabung membentuk Uni Soviet. Setelah Lenin wafat pada 1924, tampuk pemerintahan beralih ke tangan Josef Stalin, seorang Bangsa Georgia yang terkenal memerintah dengan tangan besi, sesuai namanya–panggilan, bukan nama asli– “Stalin” (Bahasa Rusia: manusia baja).
            Dalam Perang Dunia II, Soviet harus berhadapan dengan salah satu musuh lamanya, Jerman, yang ketika itu sedang diperintah oleh rezim Adolf Hitler dari Partai Pekerja Nasional-Sosialis Jerman (Nazi) yang terkenal akan ideologi fasismenya. Di pihak Soviet, serangkaian perang ini meninggalkan kesan yang mendalam dan bahkan bagi beberapa negara penerusnya hingga saat ini. Peristiwa besar yang terjadi selama sekitar 4 tahun (1941-1945) pada rezim Stalin ini bahkan mendapatkan berbagai istilah lokal di negeri Beruang Merah itu, diantaranya “Velikaya Otechestvennaya Voyna” (Perang Patriotik Raya) dan “Svyaschennaya Voyna” (Perang Sakral). Bagaimana tidak? Diperkirakan sebanyak 26 juta warga Soviet tewas dalam perang tersebut. Itu artinya Uni Soviet kehilangan sekitar 13,7% jumlah penduduknya. Bahkan di Belarus, daerah terdampak paling parah yang terletak di perbatasan dengan Jerman, 1 dari 4 penduduknya harus meregang nyawa.
Salah satu pertempuran terbesar dalam serangkaian perang itu terjadi di Stalingrad, sebuah kota di Rusia bagian selatan. Kota yang terletak di tepi Sungai Volga, sungai terpanjang di Eropa ini sudah memiliki 3 nama sejak pembentukannya. Sebelum 1925, kota ini bernama Tsaritsyn–nama yang bernuansa Rusia imperial. Karenanya, pada 1925, oleh rezim Josef Stalin nama kota ini diubah menjadi Stalingrad (grad artinya kota) untuk menghormati Stalin. Namun, pada 1961, nama kota ini diubah menjadi Volgograd sebagai upaya De-Stalinisasi (pembasmian segala hal berbau Stalin) oleh rezim Nikita Khruschev. Di Rusia, pergantian nama kota yang bernuansa politis ini adalah sesuatu yang wajar terjadi.
Sebelum pertempuran terjadi, Stalingrad sudah dijadikan target oleh Wehrmacht (pasukan perang Jerman). Selain merupakan kota industri yang berkembang, letaknya yang berada di tepi Sungai Volga sangat strategis karena menjadi jalur pelayaran antara Laut Kaspia dan Rusia Tengah. Dengan menguasai Stalingrad, pihak Jerman yakin akan dapat lebih leluasa melakukan ekspansi ke wilayah Kaukasus dan Kaspia yang memiliki cadangan minyak yang cukup besar. Maka, pada Maret 1942, Adolf Hitler memerintahkan pasukannya untuk menyerang Stalingrad. Upaya ini merupakan bagian dari Fall Blau (Operasi Biru). Hitler bahkan memasang tenggat waktu agar kota dapat diduduki selambat-lambatnya 25 Agustus.
Pada 28 Juli, Stalin selaku “Komisaris Pertahanan Rakyat” mengeluarkan Perintah No. 227. Dalam perintahnya tersebut, ia menyertakan sebuah seruan yang kelak menjadi slogan perlawanan Soviet yang terkenal di masa itu: “Ni shagu nazad!” (Bahasa Rusia: “Tidak ada satupun langkah mundur!”) Ia juga menolak untuk mengevakuasi warga sipil keluar kota. Hal ini dilakukan agar Tentara Merah (pasukan perang Soviet) menjadi semakin sadar bahwa mereka harus bertempur dengan kesungguhan untuk mempertahankan kota beserta warganya.


Tentara Keenam Jerman dibawah pimpinan Jenderal Friedrich Paulus dan sebagian dari Tentara Panser Keempat mulai menyerbu Stalingrad pada 23 Agustus 1942. Serangan ini dimulai oleh bombardir besar-besaran yang dilancarkan oleh Luftwaffe, angkatan udara Wehrmacht. Dalam wajtu 48 jam, kota dihujani oleh sekitar 1.000 ton bom. Akibat kebijakan Stalin yang menolak evakuasi warga, sekitar 400.000 warga di dalam kota terjebak sejak serangan dimulai. Pasukan Jerman dalam penyerbuan ini dibantu oleh pasukan-pasukan lain dari negara-negara sekutunya: Italia, Rumania, Kroasia, dan Hongaria. Bahkan sekelompok warga lokal diketahui turut bersimpati kepada Wehrmacht dan turut membantu mereka melawan tanah airnya sendiri. Setelah bertempur selama tiga bulan dengan sedikit kemajuan, Wehrmacht berhasil menduduki 90% isi kota yang telah hancur lebur.
Pada 19 November, di pihak Tentara Merah, Jenderal Georgy Zhukov melancarkan Operasi Uranus, sebuah perlawanan balik Soviet skala masif. Dalam operasi ini, Soviet memanfaatkan kelemahan Jerman dalam mempersiapkan datangnya musim dingin. Mereka juga mendapati bahwa Wehrmacht terlalu berfokus pada daerah di sekitar Stalingrad. Pasukan Italia, Rumania, dan Hongaria–dengan persenjataan yang lemah–ditugasi untuk menjaga garis pertahanan luar (arah barat-selatan Stalingrad). Pasukan Soviet kemudian memulai serangannya di sekitar garis pertahanan utara di dekat Stalingrad hari itu juga, sedangkan untuk perlawanan di garis luar dimulai esok harinya. Meski awalnya dapat menepis serangan pertama Soviet, pada 20 November pasukan Rumania mundur ketika Tentara Merah melewati beberapa infanteri Jerman. Cadangan Jerman tidak memadai untuk melawan serangan Soviet, sedangkan divisi ketentaraan lainnya tidak beraksi cepat.
Alhasil, pada 22 November, dua bagian pasukan Soviet dari arah barat laut dan timur bertemu di Kalach. Disana, pasukan yang berjumlah sekitar 1,1 juta orang itu mengepung sekitar 290.000 pasukan Blok Sentral. Atas keberhasilan pengepungan ini, Soviet berhasil memutarbalikkan keadaan yang telah berjalan selama jalannya Perang Dunia II Front Timur.
Wehrmacht kemudian kembali mencoba membalas. Dibawah Komandan Divisi Ketentaraan Don, Jenderal Erich von Manstein, pada 12 Desember Wehrmacht melancarkan Operasi Badai Salju, yang berusaha menerobos pengepungan Tentara Merah atas Tentara Keenam Jerman di sisi barat daya Stalingrad. Atas operasi ini, Tentara Merah merespons dengan melancarkan Operasi Saturnus Kecil pada 16 Desember. Pada tahap awal, mereka berhasil memukul mundur pasukan Italia. Serangan dilanjutkan dengan menyerang pangkalan udara utama Luftwaffe dalam Pertempuran Stalingrad yang terletak di Tatsinskaya, sekitar 270 km arah barat Stalingrad. Akibat penyerangan tersebut, pangkalan udara dan seisinya berhasil dihancurkan. Luftwaffe tidak lagi dapat mensuplai kebutuhan pasukan Blok Sentral ke Stalingrad.
Komando Tertinggi Tentara Merah kemudian mengumumkan akan menduduki kota yang telah berhasil dikepung itu pada 7 Januari 1943. Kemudian, mereka memberi ultimatum kepada Jerman. Apabila dalam 24 jam Blok Sentral bersedia menyerah, mereka akan mendapat perlindungan. Meski demikian, Paulus yang diperintahkan oleh Hitler untuk tidak menyerah, tidak memberikan respons apapun.
Pada 10 Januari 1943, Tentara Merah memulai Operasi Koltso (Ring) untuk menyerang Pasukan Blok Sentral yang ada di Stalingrad. Pangkalan-pangkalan udara di dalam kota berhasil diduduki Soviet, sehingga pemasokan kebutuhan tentara Blok Sentral terputus total. Beberapa wilayah kota seperti Mamayev Kurgan dan Pabrik Red October juga berhasil mereka rebut. Penyerangan ini berhasil memotong kantong Pasukan Blok Sentral menjadi dua–pasukan di utara lebih besar daripada pasukan di selatan. Pasukan utara dipimpin Jenderal Strecker, sementara Paulus memimpin di selatan. Pasukan Blok Sentral yang tersisa saat itu bertahan dalam penderitaan kedinginan dan kelaparan akibat musim dingin yang tidak mereka persiapkan dengan baik.
Setelah lima bulan masa perang tanpa ampun, Pasukan Blok Sentral yang diwakili oleh Jenderal Strecker memutuskan untuk menyerah kepada Soviet pada 2 Februari. Dalam pesan radio yang dikirimnya ke Jerman, ia mengaku sudah menjalankan tugasnya hingga titik darah penghabisan. Pasukan Wehrmacht yang tersisa sebanyak 91.000 orang dari Tentara Keenam dan Tentara Panser Keempat menyerah dan ditawan dalam kondisi menderita. Total korban di kedua belah pihak hampir mencapai dua juta jiwa, dimana korban di pihak Soviet mencapai 1,1 juta jiwa dan di pihak Blok Sentral sekitar 600-700 ribu jiwa.

Referensi
·       en.wikipedia.org
·       id.wikipedia.org
·       www.volgaland.volsu.ru
·       id.rbth.com
·       rbth.com
·       www.britannica.com

Komentar